Cinta adalah sebuah hal yang sangat umum terjadi dalam setiap kehidupan manusia. Berbicara tentang cinta, pasti tidak akan jauh dari kesetiaan,kasih sayang,dan sebuah pengorbanan. Akan ada air mata atau bahkan tawa bahagia dalam sebuah hal yang kita kenal dengan cinta.
Sama halnya dengan kisah cinta Hamid dan Zainab dalam film Di Bawah Lindungan Ka’bah (DLK). Mereka saling mencintai namun tidak bisa saling memiliki hanya karena perbedaan status sosial. Dunia yang Hamid miliki sangat berbanding terbalik dengan dunia yang dimiliki Zainab. Hamid hanya seorang pemuda yang kehilangan sosok Ayah sejak ia kecil, dan Ibunya hanyalah seorang pembantu rumah tangga. Sedangkan Zainab adalah anak seorang saudagar kaya di kampungnya.
Film drama garapan Hanny R. Saputra ini berhasil membuat siapapun yang menonton film tersebut akan merasa tersedu sedan melihat kisah percintaan mereka. DLK adalah film yang berlatar religi tempo dulu. Film ini disadur dari novel karya Hamka yang berjudul sama. Film DLK ini dirilis di bioskop pada tahun 2011. Latar tempat yang digunakan adalah di sebuah kampung di daerah Padang, Sumatera Barat dimana masyarakat sekitar masih menjunjung tinggi nilai agama dan adat istiadat yang sangat kental.
Film drama garapan Hanny R. Saputra ini berhasil membuat siapapun yang menonton film tersebut akan merasa tersedu sedan melihat kisah percintaan mereka. DLK adalah film yang berlatar religi tempo dulu. Film ini disadur dari novel karya Hamka yang berjudul sama. Film DLK ini dirilis di bioskop pada tahun 2011. Latar tempat yang digunakan adalah di sebuah kampung di daerah Padang, Sumatera Barat dimana masyarakat sekitar masih menjunjung tinggi nilai agama dan adat istiadat yang sangat kental.
Film ini diwarnai oleh akting dari artis-artis muda Indonesia seperti Herjunot Ali sebagai Hamid, Laudya Cyntia Bella sebagai Zainab, Tarra Budiman sebagai Shaleh, Ajun Perwira sebagai Arifin, dan artis-artis muda berbakat lainnya.
Tidak hanya artis-artis muda berbakat Indonesia yang turut serata dalam penggarapan film tersebut. Ada juga artis-artis senior Indonesia seperti Didi Petet , Widyawati ,dan Jenny Rahman yang tidak kalah berbakatnya atau bahkan lebih berbakat dibandingkan dengan artis-artis muda Indonesia.
Cerita dimulai saat Hamid dan Zainab yang saling menyadari bahwa mereka mencintai satu sama lain. Namun, karena perbedaan status sosial mereka yang sangat berbeda, mereka hanya bisa bertegur sapa melalui sebuah dinding tinggi dan saling menempelkan telapak tangan mereka pada dinding tersebut untuk merasakan kehadiran mereka satu sama lain. Mereka sering mencuri-curi waktu untuk bisa menikmati hari bersama-sama.
Cerita dimulai saat Hamid dan Zainab yang saling menyadari bahwa mereka mencintai satu sama lain. Namun, karena perbedaan status sosial mereka yang sangat berbeda, mereka hanya bisa bertegur sapa melalui sebuah dinding tinggi dan saling menempelkan telapak tangan mereka pada dinding tersebut untuk merasakan kehadiran mereka satu sama lain. Mereka sering mencuri-curi waktu untuk bisa menikmati hari bersama-sama.
Singkat cerita, konflik pada film tersebut dimulai pada saat Zainab tercebur ke dalam sungai dan Hamid memberikan pertolongan kepada Zainab dengan cara memberikan nafas buatan. Apa yang dilakukan Hamid dinilai kurang sopan oleh warga kampung, padahal niat Hamid hanya untuk menyelamatkan nyawa Zainab yang terancam. Hal tersebut membuat Hamid diasingkan dari kampungnya.
Perjuangan cinta mereka tidak sampai dari situ saja. Bertahun-tahun mereka saling memendam rasa, tidak membuat rasa mereka luntur terkikis oleh waktu. Kesetiaan Zainab untuk tetap menunggu Hamid sangatlah tinggi meskipun ia telah dijodohkan dengan Arifin, anak saudagar kaya kerbat jauh keluarga Zainab. Dan Hamid sendiri, setelah bertahun-tahun ia bekerja keras untuk menghidupi kehidupannya sendiri, ia akhirnya bisa pergi ke Mekkah untuk beribadah.
Cerita cinta mereka seolah-olah tidak ada ujungnya seakan-akan mereka sudah ditakdirkan untuk tidak saling memiliki satu sama lain. Yang hanya bisa mereka lakukan adalah memendam rasa itu sendirian dalam hati mereka masing-masing sampai maut memisahkan mereka.
Film ini dikemas sangat bagus dan seolah-olah bisa membawa kita pada era 1920-an. Namun, sebaik-baiknya atau seapik-apiknya film ini dibuat tidak akan luput dari sisi negatif yang muncul dalam penggarapan film tersebut.
Seperti iklan-iklan produk makanan yang mewarnai disela-sela adegan dalam film tersebut. Mana mungkin pada saat tahun 1920-an makanan-makanan kecil seperti itu dapat dengan mudah dijumpai? Selain itu, juga latar tempat pada saat Hamid berada di Makkah. Animasi yang ditampilkan tidak begitu jelas dan tidak rapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar